Home » , » Sukuk

Sukuk

Written By Unknown on Kamis, 25 April 2013 | 21.23

SUKUK SEBAGAI INSTRUMEN INVESTASI BERBASIS SYARIAH SERTA PELUANG DAN TANTANGAN

A.    PENDAHULUAN
            Dengan munculnya krisis keuangan Global maka mau tidak mau Indonesia ketiban sialnya. Likuditas yang selama ini bisa dinikmati untuk membangun ekonomi bangsa kembali pulang kampung keasalnya dan kembali diinvestasikan di negara negara yang lagi mengalami kebutuhan likuiditas yaitu Amerika dan Eropa. Akibat Krisis beberapa perusahaan harus bangkrut dan sebahagian masih bisa diselamatkan oleh pemerintahnya. Dana stimulus atau dana bail out terpaksa dikucurkan pemerintahnya untuk mengamankan sistem keuangan dan stabilitas ekonomi politik negaranya.
            Akibat krisis global yang menurut beberapa analisis adalah karena sistem kapitalisme yang tidak bisa menahan keserakahan dan untuk memenuhinya harus ditutupi dengan utang dan produk produk hutang lainnya seperti derivatif, maka muncul ketidak percayaan terhadap sistem kapitalisme. Dengan munculnya sistem ekonomi keuangan Islam dan produk produknya seperti SUKUK atau Obligasi syariah maka muncul fajar baru yang akan menjadi kompetitor kuat dari produk produk keuangan kapitalisme.
            Salah satu instrumen keuangan Islam yang tengah berkembang pesat saat ini adalah sukuk. Sukuk pada hakikatnya merupakan sertifikat kepemilikan atas suatu aset (proyek riil) yang dapat digunakan dalam skala besar untuk membiayai pembangunan. Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik dari pada berutang karena antara lain mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko dan keterlibatan aset (proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk.[1]
            Sementara itu, fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) mendefinisikan sukuk sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang berdasarkan prinsip syari’ah yang dikeluarkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil, margin dan fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[2]
            Menurut Undang-Undang Surat Berharga Syari’ah Negara (SBSN) sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkanprinsip syari’ah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Pihak yang menerbitkan sukuk negara adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan undang-undang untuk menerbitkan sukuk.Asetnya adalah barang milik negara yang memiliki nilai ekonomi yang dijadikan sebagai dasar penerbitan sukuk negara.
            Secara umum, sukuk adalah kekayaan pendukung pendapatan yang stabil, dapat diperdagangkan dan sertifikat kepercayaan yang sesuai dengan syari’ah. Kondisi utama mengapa sukuk ini dikeluarkan adalah sebagai penyeimbang dari kekayaan yang terdapat dalam neraca keuangan pemerintah, penguasa moneter, perusahaan, bank, dan lembaga keuangan serta bentuk entitas lainnya yang memobilisasi dana masyarakat. Emiten atau pihak yang menerbitkan sukuk dapat berasal dari institusi pemerintah, perusahaan swasta, lembaga keuangan, maupun otoritas moneter. Berdasarkan latar belakang singkat diatas maka penulisan makalah ini akan memfokuskan pembahasan mengenai, Sejarah, pengertian dan tujuan Penerbitan Sukuk, Jenis jenis Sukuk, Karakteristik Sukuk, Instrumen Sukuk Negara, setara Peluang dan Tantangan Sukuk di Indonesia.






B.     PEMBAHASAN

1)      Sejarah, Pengertian, dan Tujuan Penerbitannya
            Dalam periode klasik, sukuk berasal dari bentuk jamak dalam bahasa Arab yakni ‘sak’ bermakna akta atau sertifikat kepemilikan. Sumber lain menyebutkan, kata tersebut kemudian menjadi asal dari kata ‘cheque’ dalam bahasa Eropa yang berarti sebuah dokumen yang merepresentasikan sebuah kontrak (contracts) atau pengalihan kepemilikan (conveyance of rights), obligasi (obligations) atau kewajiban yang harus dipenuhi (monies done) berdasarkan prinsip syari’ah. Namun demikian, fakta historis menunjukkan bahwa sukuk merupakan produk yang digunakan secara luas pada abad pertengahan Islam untuk mentransfer kewajiban keuangan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial lainnya.[3]
            Literatur lain menceritakan hal senada bahwa sukuk secara umum digunakan untuk perdagangan internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan. Fakta historis menunjukkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial.
            Dalam perkembangannya, upaya mengembangkan dan meluncurkan surat berharga mirip obligasi yang sesuai syariah dilakukan kembali pada 1978 oleh Yordania. Pemerintah setempat mengizinkan Bank Islam Jordan menerbitkan obligasi Islami yang dikenal dengan obligasi mukharadah. Hal ini kemudian diikuti dengan diterbitkannya Muqaradah Bond Act 1981. Upaya senada juga dilakukan Pakistan yang menerbitkan undang-undang (UU) khusus yang disebut Peraturan tentang Perusahaan Mudarabah dan Aturan Pengembangan dan Kontrol Mudarabah 1980. Sayangnya, tidak satupun dari semua upaya ini yang menghasilkan aktivitas berarti karena minimnya infrastruktur yang sesuai dan kurangnya transparansi dalam pasar tersebut. Penerbitan obligasi Islam yang pertama kali sukses adalah Government Investment Issues (GII) —sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate (GIC)— yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada 1983. Namun, langkah inovasi yang ada lamban dan institusi finansial Islam saat itu tidak dapat mengembangkan pasar aktif bagi sekuritas tersebut. Berikutnya, kesuksesan sekuritisasi aset dalam pasar konvensional menghadirkan kerangka yang justru dapat diaplikasikan untuk aset Islam. Pada akhir 1990, struktur berbasis aset yang cukup diakui dalam bentuk sukuk dikembangkan di Bahrain dan Malaysia. Struktur ini menarik perhatian investor dan peminjam karena dianggap kendaraan potensial untuk mengembangkan pasar kapital Islam. [4]
            Pada dasarnya sukuk adalah suatu bentuk sekuritisasi aset. Berbeda dengan obligasi konvensional, di dalam transaksi sukuk harus dilandasi oleh aset yang berwujud (tangible asset). Pendapatan yang diperoleh dari sukuk ini pun berasal dari pemanfaatan dana yang tepat dan dijamin oleh aset yang riil. Di dalam sukuk, underlying aset dibutuhkan sebagai jaminan bahwa penerbitan sukuk didasarkan nilai yang sama dengan aset yang tersedia. Oleh karenanya, aset harus memiliki nilai ekonomis, baik berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun. Adapun fungsi underlying asset tersebut adalah:
·         untuk menghindari riba,
·          sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan
·         akan menentukan jenis struktur sukuk. Dalam sukuk ijarah al muntahiya bittamliek atau ijarah-sale and lease back, penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset tetapi yang dialihkan adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan kepemilikan aset (legal title) tetap pada obligor. Pada khir periode sukuk, SPV wajib menjual kembali aset tersebut kepada obligor.
            Mengacu pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor 130/Bl/2006 tentang Penerbitan Efek Syariah, sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
·         kepemilikan aset berwujud tertentu;
·         nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau
·         kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. Menurut Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institution (AAOIFI, 2002), Sukuk adalah sertifikat yang menunjukkan nilai yang sama setelah penutupan subscription, penerimaaan dari nilai atas sertifikat dan meletakkanya untuk digunakan sebagaimana rencana, pemilikan saham dan hak atas asset yang nampak,
            Tujuan utama pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk membiayai pembangunan proyek. Sebagaimana disebutkan pada pasal 4 UU SBSN bahwa tujuan SBSN diterbitkan adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Proyek yang dapat dibiayai dengan sukuk negara adalah sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan, perumahan. Adapun manfaat dari penerbitan sukuk ini antara lain adalah:
Ø  Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;
Ø   Memperkaya instrumen pembiayaan fiskal.
Ø  Memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN.
Ø   Mendorong pertumbuhan dan pengembangan pasar keuangan syariah di dalam negeri;
Ø  Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
Ø  Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
Ø  Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.
2).  Karekteristik Sukuk
Terdapat beberapa karakter sukuk, di antaranya:
v  merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title)
v   Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai dengan jenis akad yang digunakan.
v   Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir
v  Penerbitan melalui special purpose vehicle (SPV)
v  Memerlukan underlying Asset
v   Penggunaan proceeds harus sesuai dengan prinsip syariah.
            Kelebihan berinvestasi dalam sukuk Negara, khususnya untuk struktur ijarah adalah memberikan penghasilan berupa imbalan atau nisbah bagi hasil yang lebih kompetitif dibandingkan dengan instrumen keuangan lain, pembayaran imbalan dan nilai nominal sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh pemerintah atau perusahaan, dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, memungkinkan diperolehnya tambahan berupa margin, aman dan terbebas dari riba (usury), gharar (uncertanty), dan maysir (gambling), berinvestasi dengan mengikuti dan melaksanakan syari’ah.
3).  Jenis Jenis Sukuk.[5]

a)        Sukuk Mudharabah
Sukuk atau sertifikat mudarabah dapat menjadi instrumen dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi dalam suatu perekonomian. Jenis ini merupakan sertifikasi yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah dengan menunjuk partner atau pihak lain sebagai mudarib untuk manajemen bisnis. berikut ini adalah ciri-ciri yang melekat pada sertifikat mudharabah :
v  Sukuk Mudharabah (SM) mewakili kepemilikan umum dan memberi hak pemegangnya untuk berbagi pada proyek khusus.
v   Kontrak SM didasarkan pada pengumuman resmi dan penerbit atau prospektus, yang harus memberikan seluruh informasi yang diperlukan oleh syariah untuk kontrak Qirad seperti jenis modal, rasio untuk distribusi profit dan kondisi lain yang berhubungan dengan penerbit, yang harus disesuaikan dengan syariah.
v  Manajer / supervisor yang menerima pendanaan yang dikumpulkan dari pelanggan untuk SM juga dapat menginvestasikan dananya sendiri. Ia akan memperoleh keuntungan untuk kontribusi modalnya sebagai tambahan pada bagian keuntungan sebagai mudarab.
v   Tidak prospektus dan tidak juga SM yang berisi jaminan, baik dari pihak penerbit atau manajer pendanaan, untuk modal atau suatu keuntungan tetap, atau keuntungan berdasarkan prosentase modal.
v  Pemegang SM diberikan hak untuk memindahkan kepemilikan dengan menjual sertifikat di pasar sekuritas sesuai nilainya. Nilai pasar sertifikat mudarabah bervariasi berdasarkans tatus bisnis dan keuntungan yang diantisipasi atau diharapkan dari
b)        Sukuk Ijarah
Sukuk ijarah adalah sekuritas ayng mewakili kepemilikan aset yang keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli (lease), sewa dimana pembayaran return pada pemegang sukuk. Berkat fleksibilitas pada aturan ijarah, pelaksanaan sekuritisasi kontrak ijarah merupakan faktor kunci dalam megatasi masalah-masalah manajemen likuiditas dan untuk pembiayaan kebutuhan-kebutuhan sektor publik di negara-negara berkembang. Berikut ini ciri-ciri yang harus dipertahankan dalam memandang sekuritisasi dengan ijarah :
v  Penting untuk kontrak ijarah bahwa baik aset yang disewa beli dan jumjlah yang disewa diketahui dengan jelas oleh pihak-pihak yang terkait pada saat kontrak dan jika kedua hal ini diketahui, ijarah dapat dikontrakkan pada suatu aset atau suatu bangunan yang belum dikonstruksi, selama hal tersebut dijelaskan sepenuhnya dalam kontrak asalkan pihak yang menyewakan secara normal mampu mendapatkannya, membangun atau membeli aset yang disewakan pada saat yang ditentukan untuk pengirimannya pada penyewa. Pihak yang menyeewakan dapat menjual aset yang disewa asalkan hal itu tidak menghalangi penyewa untuk mengambil manfaat dari aset tersebut. Pemilik baru mempunyai hak untuk menerima penyewaan pada sisa periode yang ada. Dengan cara yang sama, mereka dapat mengatur bagian dari aset mereka kepada pemilik baru secara individu atau secara kolektif.
v  Penyewaan dalam ijarah harus ditetapkan dalam bentuk yang jelas untuk bentuk pertama dari sewa beli, dan untuk bentuk perubahan di masa yang akan datang, mungkin saja konstan, meningkat atau menurun oleh percontohan/benchmarking atau menghubungkannya dengan variabel-variabel yang jelas, seperti tingkat inflasi, indeks harga yang diumumkan secara teratur, atau bentuk lain yang ditetapkan berdasarkan presentase.
v  Sebagai prosedur yang harus diperhatikan untuk penerbitan sukuk ijarah, SPV diciptakan untuk membeli aset yang mengeluarkan sukuk kepada para investor, yang memungkinkannya untuk membuat pembayaran untuk pembelian aset tersebut. Aset tersebut kemudian disewakan kepada pemerintah atau bentuk persuahaan tertentu untuk digunakan. Penyewa membuat pembayaran sewa secara teratur kepada SPV yang kemudian mendistribusikan hal yang sama kepada pemegang sukuk. Jadi, pihak yang menyewakan dapat menetapkan pengingkatan penyewaan, peningkatan penyewaan pada sukuk dapat diindikasikan dengan kemungkinan variasi yang sangat kecil, yang mungkin dapat disebabkan oleh pembayaran dari pengeluaran-pengeluaran tidak terduga oleh pemilik oleh pihak yang menyewakan atau kemungkinan adanya pembatalan oleh penyewa.
c).  Sukuk Istisna
Istisna adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang industri yang memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman di masa depan atau pembayaran di masa depan dan pengiriman di masa depan dari barang-barang yang dibuat berdasarkan kontrak tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk menghasilkan fasililtas pembiayaan pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek, jembatan, jalan, dan jalan tol. Disamping kontrak istisna yang paralel dengan sub kontraktor, bank-bank Islam dapat melakukan pembangunan aset tertentu dan menjualnya untuk harga yang ditunda, dan melakukan subkontrak pembangunan aktual kepada perusahaan khusus.
d). Sekuritas / sukuk Salam
Salam adalah kontrak dengan pembayaran harga dimuka, yang dibuat untuk barang-barang yang dikirim kemudian. Tidak diperbolehkan menjual komoditas yang diurus sebelum menerimanya. Untuk itu, penerima tidak boleh menjual kembali komoditas salam sebelum menerimanya, akan tetapi ia boleh menjual kembali komoditas tersebut dengan kontrak yang lain yang paralel dengan kontrak pertama. Dalam kasus ini, kontrak pertama dan kedua harus independen satu sama lain. Spesifikasi dari barang dan jadwal pengiriman dari kedua kontrak harus sesuai satu sama lain, tetapi kedua kontrak dapat dilakukan secara independen. Kemungkinan untuk memilki sertifikat salam yang dapat diperjualbelikan belum dapat diputuskan. Sejauh ini, para pakar cenderung belum dapat menerimanya. Diperlukan analisis tentang penjualan kembali barang yang dibeli dengan menggunakan salam sebelum dimiliki oleh pembeli pertama, khususnya pada situasi dimana ia memelihara persediaan dari barang tersebut.
e). Sekuritas / Sukuk Portofolio Gabungan
Bank dapat membuat sekuritas gabungan dari kontrak musyarakah, ijarah, dan beberapa murabahah, salam, istisna‟, dan ju‟alah (kontrak untuk melaksanakan tugas tertentu dengan menetapkan pembayaran pada periode tertentu). Return / resiko pada sekuritas tersebut akan bergantung pada gabungan kontrak yang dipilih. Contoh yang terkenal dari sukuk portofolio gabungan adalah Solidarity Trust Sukuk dari IDB untuk 400 juta dollar Amerika yang diterbitkan pada tahun 2003.




4). Instrumen Sukuk Negara[6]


















5). Peluang dan Tantangan Pengembangan Sukuk di Indonesia[7]
            Peluang Pengembangan Sukuk di Indonesia Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi yang memberikan peluang bagi investor muslim dan non-muslim untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga, sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan bahwa pasar sangat respontif terhadap penerbitan sukuk. Hampir semua sukuk yang diterbitkan, diserap habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan kelebihan permintaan.
            Sukuk di Indonesia, pertama kali diterbitkan oleh PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) pada bulan September tahun 2002 dengan nilai Rp. 175 miliar. Langkah Indosat tersebut diikuti perusahaan-perusahaan besar lainnya. Nilai penerbitan sukuk korporasi hingga akhir 2008 mencapai 4,76 triliun. Sedangkan struktur sukuk yang digunakan pada periode 2002-2004 lebih didominasi oleh mudharabah sebesar Rp. 740 miliar (88%), sisanya ijarah sebesar Rp. 100 miliar (12%). Adapun periode 2004-2007 didominasi oleh ijarah sebesar Rp. 2,194 triliun (92%), sisanya mudharabah sebesar Rp. 200 miliar (8%). Enam sukuk yang sudah dipasarkan adalah sukuk Ijarah Aneka Gas Industri Indosat (Rp. 160 miliar), sukuk ijarah Indosat III (Rp. 570 miliar), sukuk ijarah Metrodata Electronics (Rp. 90 miliar), sukuk Ijarah Summarecon Agung (Rp. 200 miliar), sukuk Ijarah Bank Muamalah (Rp. 314 miliar), sukuk Ijarah Mayora Indah (Rp. 200 miliar). Saat ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar.
            Menurut catatan PT Danareksa Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk di Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional. Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif aman dan returnya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat, returnnya saat inisebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk Indosat mencapai 17,82 persen.
            Setelah disahkannya UU SBSN tahun 2008, pemerintah menerbitkan sukuk sebesar Rp. 15 triliun.29 Penerbitan sukuk ini dilaksanakan sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Penerbitan sukuk perdana ini telah dilaksanakan di dalam dan luar negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying aset yang dimiliki pemerintah senilai Rp. 15 triliun. Pemerintah menggunakan jaminan berupa aset milik negara, seperti tanah dan bangunan. Pemerintah mendahulukan penerbitan sukuk di dalam negeri, setelah itu baru ke pasar internasional. Setengah penerbitan sukuk akan dilakukan di dalam negeri dan sisanya ke pasar internasional.30 Keberadaan sukuk (surat utang berbasis syari’ah) dapat memperkuat kondisi ekonomi Indonesia dan menahan buble ekonomi karena akan memperbanyak portfolio mata uang asing selain dolar. Sukuk merupakan instrumen yang tepat untuk menyasar para investor Timur Tengah dengan memberikan alternatif pembiayaan sesuai syari’at Islam.31 Saatnya Indonesia melakukan porfolio tidak hanya pada dolar saja, tetapi juga pada mata uang yang lain. Ini akan menambah porfolio mata uang asing di luar dolar
Tantangan Pengembangan Sukuk di Indonesia
            Dalam penerbitan sukuk di samping peluang juga ada tantangan dan masalah yang akan dihadapi, di antara tantangan dan masalah yang kita hadapi sekarang ini adalah, tidak ada standarisasi fatwa mengenai struktur produk-produk instrumen syariah dari masing-masing negara dan AAOIFI standard belum digunakan sebagai acuanboleh semua negara yang penduduknya mayoritas Muslim.
            Hal ini berdampak terhadap keengganan satu negara, untuk berinvestasi melalui sukuk di negara lain, seperti keengganan beberapa negara di Timur Tengah untuk melakukan investasi melalui sukuk di Malaysia, dengan alasan ada beberapa sukuk di Malaysia yang masih menggunakan akad ba’i al-‘Înah yang menurut pandangan mereka tidak diperbolehkan dalam sistem investasi syariah, hal ini terjadi juga di Indonesia yang mana ada beberapa emiten yang masih menggunakan akad ba’i al-‘Înah, sehingga investor-investor asing khususnya dari kawasan Timur Tengah enggan untuk berinvestasi dalam bentuk sukuk di Indonesia. Masalah yang lain adalah, manajemen risiko atau pengelolaan risiko, seperti adanya risiko operasional dan risiko ketidakpatuhan pada prinsip syari’ah atau shariah compliance risk.
            Begitu juga perbedaan pada proses tehnik dan konsep penyaringan (stock screening) instrumen investasi syari’ah yang berbeda di setiap negara, sehingga menyulitkan untuk menyatukan visi dan misi untuk suatu produk instrumen investasi syari’ah agar dapat di terima di semua negara. Bukan hanya itu saja yang menjadi tantangan dan permasalahan sukuk ke depan, masih banyak lagi tantangan yang harus kita hadapi dalam mengembangkan sukuk terutama di Indonesia, Masih kurangnya pemahaman masyarakat akan keberadaan sukuk, merupakan permasalahan klasik yang bukan hanya terjadi pada sukuk  saja, akan tetapi terjadi juga pada instrumen-instrumen investasi lainnya seperti saham syari’ah, reksadana syariah, asuransi syariah, pegadaian syari’ah dan lain sebagainya, terutama sistem bagi hasil yang hanya dikenal oleh kalangan pemodal saja.
            Ketidak pahaman masyarakat terutama investor terhadap sukuk syari’ah, menimbulkan kecendrungan masyarakat (investor) dalam berinvestasi masih berorientasi pada keuntungan (return) yang ditawarkan, sehingga mereka sering membandingkan dengan keuntungan yang ditawarkan obligasi konvensional, atau instrumen lainnya yang lebih menguntungkan. Hal ini diperparah dengan adanya ketidakjelasan dalam aspek operasional, belum ada standar baku untuk operasional dan ketentuan akuntansinya, hal ini tentu menyebabkan kegamangan praktisi untuk mendukung pengembangan instrumen yang relatif baru ini. Selain itu ketentuan fiqh versus hukum formal yang seringkali tidak sejalan.
            Lahirnya UU SBSN memberi harapan kepada pelaku sukuk untuk mengembangkan sukuk di Indonesia, akan tetapi harapan ini hanya diamini oleh beberapa kalangan saja terutama pemerintah. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan Undang-undang untuk menjangkau pengaturan sukuk yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dan korporasi. Sehingga negara terkesan hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa mengakomodir pelaku-pelaku sukuk lainnya terutama korporasi. UU sukuk yang ada tidak mengatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa antar pihak dalam penerbitan dan/atau pengelolaan sukuk. Pada umumnya pelaku ekonomi syari’ah tak terkecuali sukuk telah terbiasa mempergunakan bentuk penyelesaian sengketa non litigasi, seperti negosiasi, mediasi, dan arbitrasi. Hampir dalam semua akad sukuk mencantumkan klausul bahwa jika terjadi perselisihan akan menyelesaikannya secara musyawarah-mufakat dan berikutnya ke Basyarnas.
            UU sukuk yang ada memiliki potensi multitafsir dan kurang proporsional, seperti masalah akad yang tidak bisa diperjualbelikan yang tercantum pada pasal 2 ayat 2. Penjelasan UU SBSN tidak merinci akad mana yang karena sifatnya tidak bisa diperdagangkan. Hal ini cukup beralasan karena pada penjelasan pasal 3 huruf f dicontohkan beberapa bentuk kombinasi akad, sehingga kurang proporsional bila pasal yang lain yang lebih signifikan isi dan implikasinya tidak dijelaskan.
            Dalam konteks sosial, UU SBSN sangat inklusif terhadap segmen pasar. Investor yang membeli Sukuk Negara perdana lebih didominasi oleh lembaga konvensional. Tercatat dari total sukuk yang dijual pemerintah Rp. 4,7 triliun, 90 persen investornya berasal dari lembaga keuangan konvensional. Di samping sebagai indikator konsepsi Islam dapat diterima oleh semua kalangan karena faktor profitabilitas dan diversifikasi yang dominan, hal ini menegaskan kurangnya partisipasi dan kontribusi lembaga-lembaga keuangan syariah di sektor moneter. Hal ini diantaranya disebabkan adanya prudentalis, kurangnya likuiditas dan kreatifitas.








C.    KESIMPULAN

            Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi yang memberikan peluang bagi investor muslim dan non-muslim untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga, sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan bahwa pasar akan sangat respontif terhadap penerbitan sukuk. Hampir semua sukuk yang diterbitkan, diserap habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan kelebihan permintaan.

            Akan tetapi peluang di atas bukan berarti tanpa tantangan dan hambatan, salah satunya dalam konteks sosial, UU SBSN sangat inklusif terhadap segmen pasar. Investor yang membeli Sukuk Negara perdana lebih didominasi oleh lembaga konvensional. Hal ini di antaranya disebabkan oleh kurangnya partisipasi dan kontribusi lembaga-lembaga keuangan syari’ah disektor moneter. Salah satu inisiatif strategis yang perlu segera dijalankan dalam upaya mengoptimalkan peluang pengembangan instrumen sukuk ini adalah melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang keberadaan sukuk dengan melibatkan banyak pihak seperti praktisi, pengamat, akademisi, dan ulama di bidang ekonomi Islam.












DAFTRA PUSTAKA

Abdul Manan,Obligasi Syariah, www.badilag.net  di akses pada tanggal 6 maret 2013

Bamabang, Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara, Disampaikan pada acara: “Kuliah Umum Ekonomi Islam (KUKIS)”, UGM Yogyakarta, November 2012

Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: Bank Indonesia 2003)

Dede Abdul Fata, Perkembangan Obligasi Syari’ah(Sukuk) di Indonesia: Analisis Peluang dan Tantangan, UIN Syarif Hidayatullah, Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011

Rifki Ismal dan Khairunnisa Musari (2009b), Menggagas Sukuk sebagai Instrumen Fiskal dan Moneter. Bisnis Indonesia. 1 April.

Zamir Iqbal and Abbas Mirakhor (2008), Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.



[1] Rifki Ismal dan Khairunnisa Musari (2009b), Menggagas Sukuk sebagai Instrumen Fiskal dan Moneter. Bisnis Indonesia. 1 April.
[2] Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: Bank Indonesia 2003), hal. 200.
[3] Ibit.
[4] Zamir Iqbal and Abbas Mirakhor (2008), Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana, p. 224.
[5] Abdul Manan,Obligasi Syariah, www.badilag.net  di akses pada tanggal 6 maret 2013
[6] Bamabang, Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara, Disampaikan pada acara: “Kuliah Umum Ekonomi Islam (KUKIS)”, UGM Yogyakarta, November 2012
[7] Dede Abdul Fata, Perkembangan Obligasi Syari’ah(Sukuk) di Indonesia: Analisis Peluang dan Tantangan, UIN Syarif Hidayatullah, Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember 2011
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

8 Januari 2019 pukul 23.09

Sukuk itu kata orang2 paling aman ya?
tapi bagi hasilnya rendah juga yak
kalo investasi macem ini di rekomendasikan ga ?
(sorry link aktif bukan endorsan ato gimana, cuma nanya pendapat ajah)
peer to peer lending yang aman

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rahmad Kadry - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger