A.
PENDAHULUAN
Dengan munculnya
krisis keuangan Global maka mau tidak mau Indonesia ketiban sialnya. Likuditas
yang selama ini bisa dinikmati untuk membangun ekonomi bangsa kembali pulang
kampung keasalnya dan kembali diinvestasikan di negara negara yang lagi
mengalami kebutuhan likuiditas yaitu Amerika dan Eropa. Akibat Krisis beberapa
perusahaan harus bangkrut dan sebahagian masih bisa diselamatkan oleh
pemerintahnya. Dana stimulus atau dana bail out terpaksa dikucurkan
pemerintahnya untuk mengamankan sistem keuangan dan stabilitas ekonomi politik
negaranya.
Akibat krisis
global yang menurut beberapa analisis adalah karena sistem kapitalisme yang
tidak bisa menahan keserakahan dan untuk memenuhinya harus ditutupi dengan
utang dan produk produk hutang lainnya seperti derivatif, maka muncul ketidak
percayaan terhadap sistem kapitalisme. Dengan munculnya sistem ekonomi keuangan
Islam dan produk produknya seperti SUKUK atau Obligasi syariah maka muncul
fajar baru yang akan menjadi kompetitor kuat dari produk produk keuangan
kapitalisme.
Salah satu
instrumen keuangan Islam yang tengah berkembang pesat saat ini adalah sukuk.
Sukuk pada hakikatnya merupakan sertifikat kepemilikan atas suatu aset (proyek
riil) yang dapat digunakan dalam skala besar untuk membiayai pembangunan. Sukuk
dipandang sebagai alternatif yang lebih baik dari pada berutang karena antara
lain mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko dan keterlibatan
aset (proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk.[1]
Sementara itu,
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) mendefinisikan sukuk sebagai suatu surat
berharga jangka panjang yang berdasarkan prinsip syari’ah yang dikeluarkan
emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi
hasil, margin dan fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.[2]
Menurut
Undang-Undang Surat Berharga Syari’ah Negara (SBSN) sukuk adalah surat berharga
yang diterbitkan berdasarkanprinsip syari’ah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Pihak yang menerbitkan sukuk negara adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
ketentuan undang-undang untuk menerbitkan sukuk.Asetnya adalah barang milik negara
yang memiliki nilai ekonomi yang dijadikan sebagai dasar penerbitan sukuk
negara.
Secara umum, sukuk
adalah kekayaan pendukung pendapatan yang stabil, dapat diperdagangkan dan
sertifikat kepercayaan yang sesuai dengan syari’ah. Kondisi utama mengapa sukuk
ini dikeluarkan adalah sebagai penyeimbang dari kekayaan yang terdapat dalam neraca
keuangan pemerintah, penguasa moneter, perusahaan, bank, dan lembaga keuangan
serta bentuk entitas lainnya yang memobilisasi dana masyarakat. Emiten atau
pihak yang menerbitkan sukuk dapat berasal dari institusi pemerintah,
perusahaan swasta, lembaga keuangan, maupun otoritas moneter. Berdasarkan latar
belakang singkat diatas maka penulisan makalah ini akan memfokuskan pembahasan
mengenai, Sejarah, pengertian dan tujuan Penerbitan Sukuk, Jenis jenis Sukuk,
Karakteristik Sukuk, Instrumen Sukuk Negara, setara Peluang dan Tantangan Sukuk
di Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
1)
Sejarah, Pengertian, dan Tujuan Penerbitannya
Dalam
periode klasik, sukuk berasal dari bentuk jamak dalam bahasa Arab yakni ‘sak’
bermakna akta atau sertifikat kepemilikan. Sumber lain menyebutkan, kata
tersebut kemudian menjadi asal dari kata ‘cheque’ dalam bahasa Eropa yang
berarti sebuah dokumen yang merepresentasikan sebuah kontrak (contracts) atau
pengalihan kepemilikan (conveyance of rights), obligasi (obligations) atau
kewajiban yang harus dipenuhi (monies done) berdasarkan prinsip syari’ah. Namun
demikian, fakta historis menunjukkan bahwa sukuk merupakan produk yang
digunakan secara luas pada abad pertengahan Islam untuk mentransfer kewajiban
keuangan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial lainnya.[3]
Literatur lain
menceritakan hal senada bahwa sukuk secara umum digunakan untuk perdagangan
internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan. Fakta historis
menunjukkan bahwa sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat
muslim pada abad pertengahan dalam bentuk surat berharga yang mewakili
kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial.
Dalam perkembangannya, upaya
mengembangkan dan meluncurkan surat berharga mirip obligasi yang sesuai syariah
dilakukan kembali pada 1978 oleh Yordania. Pemerintah setempat mengizinkan Bank
Islam Jordan menerbitkan obligasi Islami yang dikenal dengan obligasi
mukharadah. Hal ini kemudian diikuti dengan diterbitkannya Muqaradah Bond Act
1981. Upaya senada juga dilakukan Pakistan yang menerbitkan undang-undang (UU)
khusus yang disebut Peraturan tentang Perusahaan Mudarabah dan Aturan
Pengembangan dan Kontrol Mudarabah 1980. Sayangnya, tidak satupun dari semua
upaya ini yang menghasilkan aktivitas berarti karena minimnya infrastruktur
yang sesuai dan kurangnya transparansi dalam pasar tersebut. Penerbitan obligasi
Islam yang pertama kali sukses adalah Government Investment Issues (GII)
—sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate (GIC)— yang
dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada 1983. Namun, langkah inovasi yang ada
lamban dan institusi finansial Islam saat itu tidak dapat mengembangkan pasar
aktif bagi sekuritas tersebut. Berikutnya, kesuksesan sekuritisasi aset dalam
pasar konvensional menghadirkan kerangka yang justru dapat diaplikasikan untuk
aset Islam. Pada akhir 1990, struktur berbasis aset yang cukup diakui dalam
bentuk sukuk dikembangkan di Bahrain dan Malaysia. Struktur ini menarik
perhatian investor dan peminjam karena dianggap kendaraan potensial untuk
mengembangkan pasar kapital Islam. [4]
Pada dasarnya sukuk adalah suatu
bentuk sekuritisasi aset. Berbeda dengan obligasi konvensional, di dalam
transaksi sukuk harus dilandasi oleh aset yang berwujud (tangible asset). Pendapatan
yang diperoleh dari sukuk ini pun berasal dari pemanfaatan dana yang tepat dan
dijamin oleh aset yang riil. Di dalam sukuk, underlying aset dibutuhkan sebagai
jaminan bahwa penerbitan sukuk didasarkan nilai yang sama dengan aset yang
tersedia. Oleh karenanya, aset harus memiliki nilai ekonomis, baik berupa aset
berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun.
Adapun fungsi underlying asset tersebut adalah:
·
untuk
menghindari riba,
·
sebagai prasyarat untuk dapat
diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder, dan
·
akan
menentukan jenis struktur sukuk. Dalam sukuk ijarah al muntahiya bittamliek atau
ijarah-sale and lease back, penjualan aset tidak disertai penyerahan fisik aset
tetapi yang dialihkan adalah hak manfaat (beneficial title) sedangkan
kepemilikan aset (legal title) tetap pada obligor. Pada khir periode sukuk, SPV
wajib menjual kembali aset tersebut kepada obligor.
Mengacu pada
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor
130/Bl/2006 tentang Penerbitan Efek Syariah, sukuk didefinisikan sebagai efek
syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
·
kepemilikan
aset berwujud tertentu;
·
nilai
manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu;
atau
·
kepemilikan
atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. Menurut Accounting
and Auditing Organisation for Islamic Financial Institution (AAOIFI, 2002),
Sukuk adalah sertifikat yang menunjukkan nilai yang sama setelah penutupan
subscription, penerimaaan dari nilai atas sertifikat dan meletakkanya untuk
digunakan sebagaimana rencana, pemilikan saham dan hak atas asset yang nampak,
Tujuan utama
pemerintah menerbitkan sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk
membiayai pembangunan proyek. Sebagaimana disebutkan pada pasal 4 UU SBSN bahwa
tujuan SBSN diterbitkan adalah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Proyek yang dapat dibiayai dengan
sukuk negara adalah sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian,
industri manufaktur, dan, perumahan. Adapun manfaat dari penerbitan sukuk ini
antara lain adalah:
Ø Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;
Ø Memperkaya instrumen
pembiayaan fiskal.
Ø Memperluas dan mendiversifikasi basis investor SBN.
Ø Mendorong pertumbuhan dan pengembangan
pasar keuangan syariah di dalam negeri;
Ø Mengembangkan alternatif instrumen investasi.
Ø Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah.
Ø Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara dan mendorong tertib
administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.
2).
Karekteristik Sukuk
Terdapat
beberapa karakter sukuk, di antaranya:
v merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat
(beneficial title)
v Pendapatan berupa imbalan
(kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai dengan jenis akad yang digunakan.
v Terbebas dari unsur riba,
gharar, dan maysir
v Penerbitan melalui special purpose vehicle (SPV)
v Memerlukan underlying Asset
v Penggunaan proceeds harus
sesuai dengan prinsip syariah.
Kelebihan
berinvestasi dalam sukuk Negara, khususnya untuk struktur ijarah adalah
memberikan penghasilan berupa imbalan atau nisbah bagi hasil yang lebih
kompetitif dibandingkan dengan instrumen keuangan lain, pembayaran imbalan dan
nilai nominal sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh pemerintah atau
perusahaan, dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, memungkinkan diperolehnya
tambahan berupa margin, aman dan terbebas dari riba (usury), gharar
(uncertanty), dan maysir (gambling), berinvestasi dengan mengikuti dan
melaksanakan syari’ah.
3).
Jenis Jenis Sukuk.[5]
a)
Sukuk
Mudharabah
Sukuk atau sertifikat mudarabah dapat menjadi instrumen dalam
meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi dalam suatu
perekonomian. Jenis ini merupakan sertifikasi yang mewakili proyek atau
kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah dengan menunjuk partner
atau pihak lain sebagai mudarib untuk manajemen bisnis. berikut ini adalah
ciri-ciri yang melekat pada sertifikat mudharabah :
v Sukuk Mudharabah (SM) mewakili kepemilikan umum dan memberi hak
pemegangnya untuk berbagi pada proyek khusus.
v Kontrak SM didasarkan pada
pengumuman resmi dan penerbit atau prospektus, yang harus memberikan seluruh
informasi yang diperlukan oleh syariah untuk kontrak Qirad seperti jenis modal,
rasio untuk distribusi profit dan kondisi lain yang berhubungan dengan
penerbit, yang harus disesuaikan dengan syariah.
v Manajer / supervisor yang menerima pendanaan yang dikumpulkan dari
pelanggan untuk SM juga dapat menginvestasikan dananya sendiri. Ia akan memperoleh
keuntungan untuk kontribusi modalnya sebagai tambahan pada bagian keuntungan
sebagai mudarab.
v Tidak prospektus dan tidak
juga SM yang berisi jaminan, baik dari pihak penerbit atau manajer pendanaan,
untuk modal atau suatu keuntungan tetap, atau keuntungan berdasarkan prosentase
modal.
v Pemegang SM diberikan hak untuk memindahkan kepemilikan dengan
menjual sertifikat di pasar sekuritas sesuai nilainya. Nilai pasar sertifikat
mudarabah bervariasi berdasarkans tatus bisnis dan keuntungan yang diantisipasi
atau diharapkan dari
b)
Sukuk
Ijarah
Sukuk
ijarah adalah sekuritas ayng mewakili kepemilikan aset yang keberadaannya jelas
dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli (lease), sewa dimana pembayaran
return pada pemegang sukuk. Berkat fleksibilitas pada aturan ijarah,
pelaksanaan sekuritisasi kontrak ijarah merupakan faktor kunci dalam megatasi
masalah-masalah manajemen likuiditas dan untuk pembiayaan kebutuhan-kebutuhan
sektor publik di negara-negara berkembang. Berikut ini ciri-ciri yang harus
dipertahankan dalam memandang sekuritisasi dengan ijarah :
v Penting untuk kontrak ijarah bahwa baik aset yang disewa beli dan
jumjlah yang disewa diketahui dengan jelas oleh pihak-pihak yang terkait pada
saat kontrak dan jika kedua hal ini diketahui, ijarah dapat dikontrakkan pada
suatu aset atau suatu bangunan yang belum dikonstruksi, selama hal tersebut
dijelaskan sepenuhnya dalam kontrak asalkan pihak yang menyewakan secara normal
mampu mendapatkannya, membangun atau membeli aset yang disewakan pada saat yang
ditentukan untuk pengirimannya pada penyewa. Pihak yang menyeewakan dapat
menjual aset yang disewa asalkan hal itu tidak menghalangi penyewa untuk
mengambil manfaat dari aset tersebut. Pemilik baru mempunyai hak untuk menerima
penyewaan pada sisa periode yang ada. Dengan cara yang sama, mereka dapat
mengatur bagian dari aset mereka kepada pemilik baru secara individu atau
secara kolektif.
v Penyewaan dalam ijarah harus ditetapkan dalam bentuk yang jelas
untuk bentuk pertama dari sewa beli, dan untuk bentuk perubahan di masa yang
akan datang, mungkin saja konstan, meningkat atau menurun oleh
percontohan/benchmarking atau menghubungkannya dengan variabel-variabel yang
jelas, seperti tingkat inflasi, indeks harga yang diumumkan secara teratur,
atau bentuk lain yang ditetapkan berdasarkan presentase.
v Sebagai prosedur yang harus diperhatikan untuk penerbitan sukuk
ijarah, SPV diciptakan untuk membeli aset yang mengeluarkan sukuk kepada para
investor, yang memungkinkannya untuk membuat pembayaran untuk pembelian aset
tersebut. Aset tersebut kemudian disewakan kepada pemerintah atau bentuk
persuahaan tertentu untuk digunakan. Penyewa membuat pembayaran sewa secara
teratur kepada SPV yang kemudian mendistribusikan hal yang sama kepada pemegang
sukuk. Jadi, pihak yang menyewakan dapat menetapkan pengingkatan penyewaan,
peningkatan penyewaan pada sukuk dapat diindikasikan dengan kemungkinan variasi
yang sangat kecil, yang mungkin dapat disebabkan oleh pembayaran dari
pengeluaran-pengeluaran tidak terduga oleh pemilik oleh pihak yang menyewakan
atau kemungkinan adanya pembatalan oleh penyewa.
c). Sukuk Istisna
Istisna adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang industri yang
memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman di masa depan atau pembayaran di
masa depan dan pengiriman di masa depan dari barang-barang yang dibuat
berdasarkan kontrak tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk menghasilkan
fasililtas pembiayaan pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek,
jembatan, jalan, dan jalan tol. Disamping kontrak istisna yang paralel dengan
sub kontraktor, bank-bank Islam dapat melakukan pembangunan aset tertentu dan
menjualnya untuk harga yang ditunda, dan melakukan subkontrak pembangunan
aktual kepada perusahaan khusus.
d). Sekuritas
/ sukuk Salam
Salam
adalah kontrak dengan pembayaran harga dimuka, yang dibuat untuk barang-barang
yang dikirim kemudian. Tidak diperbolehkan menjual komoditas yang diurus sebelum
menerimanya. Untuk itu, penerima tidak boleh menjual kembali komoditas salam
sebelum menerimanya, akan tetapi ia boleh menjual kembali komoditas tersebut dengan
kontrak yang lain yang paralel dengan kontrak pertama. Dalam kasus ini, kontrak
pertama dan kedua harus independen satu sama lain. Spesifikasi dari barang dan
jadwal pengiriman dari kedua kontrak harus sesuai satu sama lain, tetapi kedua
kontrak dapat dilakukan secara independen. Kemungkinan untuk memilki sertifikat
salam yang dapat diperjualbelikan belum dapat diputuskan. Sejauh ini, para
pakar cenderung belum dapat menerimanya. Diperlukan analisis tentang penjualan
kembali barang yang dibeli dengan menggunakan salam sebelum dimiliki oleh
pembeli pertama, khususnya pada situasi dimana ia memelihara persediaan dari
barang tersebut.
e).
Sekuritas / Sukuk Portofolio Gabungan
Bank
dapat membuat sekuritas gabungan dari kontrak musyarakah, ijarah, dan beberapa
murabahah, salam, istisna‟, dan ju‟alah (kontrak untuk melaksanakan tugas
tertentu dengan menetapkan pembayaran pada periode tertentu). Return / resiko
pada sekuritas tersebut akan bergantung pada gabungan kontrak yang dipilih.
Contoh yang terkenal dari sukuk portofolio gabungan adalah Solidarity Trust
Sukuk dari IDB untuk 400 juta dollar Amerika yang diterbitkan pada tahun 2003.
5). Peluang dan Tantangan Pengembangan Sukuk di Indonesia[7]
Peluang
Pengembangan Sukuk di Indonesia Sukuk merupakan salah satu instrumen investasi
yang memberikan peluang bagi investor muslim dan non-muslim untuk berinvestasi
di Indonesia. Sehingga, sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian
bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan
bahwa pasar sangat respontif terhadap penerbitan sukuk. Hampir semua sukuk yang
diterbitkan, diserap habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan
kelebihan permintaan.
Sukuk di
Indonesia, pertama kali diterbitkan oleh PT Indonesian Satellite Corporation
(Indosat) pada bulan September tahun 2002 dengan nilai Rp. 175 miliar. Langkah
Indosat tersebut diikuti perusahaan-perusahaan besar lainnya. Nilai penerbitan
sukuk korporasi hingga akhir 2008 mencapai 4,76 triliun. Sedangkan struktur
sukuk yang digunakan pada periode 2002-2004 lebih didominasi oleh mudharabah
sebesar Rp. 740 miliar (88%), sisanya ijarah sebesar Rp. 100 miliar (12%).
Adapun periode 2004-2007 didominasi oleh ijarah sebesar Rp. 2,194 triliun
(92%), sisanya mudharabah sebesar Rp. 200 miliar (8%). Enam sukuk yang sudah
dipasarkan adalah sukuk Ijarah Aneka Gas Industri Indosat (Rp. 160 miliar),
sukuk ijarah Indosat III (Rp. 570 miliar), sukuk ijarah Metrodata Electronics
(Rp. 90 miliar), sukuk Ijarah Summarecon Agung (Rp. 200 miliar), sukuk Ijarah
Bank Muamalah (Rp. 314 miliar), sukuk Ijarah Mayora Indah (Rp. 200 miliar).
Saat ini, pangsa pasar sukuk memang belum besar.
Menurut catatan PT
Danareksa Sekuritas, outstanding sukuk baru tiga persen dari total pasar sukuk
di Indonesia, sebanyak 97 persen lainnya masih dikuasai obligasi konvensional.
Dengan adanya sukuk, mereka memiliki alternatif investasi yang relatif aman dan
returnya cukup menggiurkan. Sebut saja misalnya sukuk Indosat, returnnya saat
inisebesar 16 persen. Bahkan, pada periode awal, return sukuk Indosat mencapai
17,82 persen.
Setelah
disahkannya UU SBSN tahun 2008, pemerintah menerbitkan sukuk sebesar Rp. 15
triliun.29 Penerbitan sukuk ini dilaksanakan sebagai bagian dari pembiayaan
defisit anggaran dalam APBN tahun 2008. Penerbitan sukuk perdana ini telah
dilaksanakan di dalam dan luar negeri. Besarnya sukuk sesuai dengan underlying
aset yang dimiliki pemerintah senilai Rp. 15 triliun. Pemerintah menggunakan
jaminan berupa aset milik negara, seperti tanah dan bangunan. Pemerintah
mendahulukan penerbitan sukuk di dalam negeri, setelah itu baru ke pasar internasional.
Setengah penerbitan sukuk akan dilakukan di dalam negeri dan sisanya ke pasar
internasional.30 Keberadaan sukuk (surat utang berbasis syari’ah) dapat
memperkuat kondisi ekonomi Indonesia dan menahan buble ekonomi karena akan
memperbanyak portfolio mata uang asing selain dolar. Sukuk merupakan instrumen
yang tepat untuk menyasar para investor Timur Tengah dengan memberikan
alternatif pembiayaan sesuai syari’at Islam.31 Saatnya Indonesia melakukan
porfolio tidak hanya pada dolar saja, tetapi juga pada mata uang yang lain. Ini
akan menambah porfolio mata uang asing di luar dolar
Tantangan
Pengembangan Sukuk di Indonesia
Dalam penerbitan
sukuk di samping peluang juga ada tantangan dan masalah yang akan dihadapi, di
antara tantangan dan masalah yang kita hadapi sekarang ini adalah, tidak ada
standarisasi fatwa mengenai struktur produk-produk instrumen syariah dari
masing-masing negara dan AAOIFI standard belum digunakan sebagai acuanboleh
semua negara yang penduduknya mayoritas Muslim.
Hal ini berdampak
terhadap keengganan satu negara, untuk berinvestasi melalui sukuk di negara
lain, seperti keengganan beberapa negara di Timur Tengah untuk melakukan
investasi melalui sukuk di Malaysia, dengan alasan ada beberapa sukuk di
Malaysia yang masih menggunakan akad ba’i al-‘Înah yang menurut pandangan
mereka tidak diperbolehkan dalam sistem investasi syariah, hal ini terjadi juga
di Indonesia yang mana ada beberapa emiten yang masih menggunakan akad ba’i
al-‘Înah, sehingga investor-investor asing khususnya dari kawasan Timur Tengah
enggan untuk berinvestasi dalam bentuk sukuk di Indonesia. Masalah yang lain
adalah, manajemen risiko atau pengelolaan risiko, seperti adanya risiko
operasional dan risiko ketidakpatuhan pada prinsip syari’ah atau shariah
compliance risk.
Begitu juga
perbedaan pada proses tehnik dan konsep penyaringan (stock screening) instrumen
investasi syari’ah yang berbeda di setiap negara, sehingga menyulitkan untuk
menyatukan visi dan misi untuk suatu produk instrumen investasi syari’ah agar
dapat di terima di semua negara. Bukan hanya itu saja yang menjadi tantangan
dan permasalahan sukuk ke depan, masih banyak lagi tantangan yang harus kita
hadapi dalam mengembangkan sukuk terutama di Indonesia, Masih kurangnya
pemahaman masyarakat akan keberadaan sukuk, merupakan permasalahan klasik yang
bukan hanya terjadi pada sukuk saja,
akan tetapi terjadi juga pada instrumen-instrumen investasi lainnya seperti
saham syari’ah, reksadana syariah, asuransi syariah, pegadaian syari’ah dan
lain sebagainya, terutama sistem bagi hasil yang hanya dikenal oleh kalangan
pemodal saja.
Ketidak pahaman
masyarakat terutama investor terhadap sukuk syari’ah, menimbulkan kecendrungan
masyarakat (investor) dalam berinvestasi masih berorientasi pada keuntungan
(return) yang ditawarkan, sehingga mereka sering membandingkan dengan
keuntungan yang ditawarkan obligasi konvensional, atau instrumen lainnya yang
lebih menguntungkan. Hal ini diperparah dengan adanya ketidakjelasan dalam
aspek operasional, belum ada standar baku untuk operasional dan ketentuan
akuntansinya, hal ini tentu menyebabkan kegamangan praktisi untuk mendukung
pengembangan instrumen yang relatif baru ini. Selain itu ketentuan fiqh versus
hukum formal yang seringkali tidak sejalan.
Lahirnya UU SBSN
memberi harapan kepada pelaku sukuk untuk mengembangkan sukuk di Indonesia,
akan tetapi harapan ini hanya diamini oleh beberapa kalangan saja terutama
pemerintah. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan Undang-undang untuk
menjangkau pengaturan sukuk yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dan
korporasi. Sehingga negara terkesan hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa
mengakomodir pelaku-pelaku sukuk lainnya terutama korporasi. UU sukuk yang ada
tidak mengatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa antar pihak dalam
penerbitan dan/atau pengelolaan sukuk. Pada umumnya pelaku ekonomi syari’ah tak
terkecuali sukuk telah terbiasa mempergunakan bentuk penyelesaian sengketa non
litigasi, seperti negosiasi, mediasi, dan arbitrasi. Hampir dalam semua akad
sukuk mencantumkan klausul bahwa jika terjadi perselisihan akan
menyelesaikannya secara musyawarah-mufakat dan berikutnya ke Basyarnas.
UU sukuk yang ada
memiliki potensi multitafsir dan kurang proporsional, seperti masalah akad yang
tidak bisa diperjualbelikan yang tercantum pada pasal 2 ayat 2. Penjelasan UU
SBSN tidak merinci akad mana yang karena sifatnya tidak bisa diperdagangkan. Hal
ini cukup beralasan karena pada penjelasan pasal 3 huruf f dicontohkan beberapa
bentuk kombinasi akad, sehingga kurang proporsional bila pasal yang lain yang
lebih signifikan isi dan implikasinya tidak dijelaskan.
Dalam konteks
sosial, UU SBSN sangat inklusif terhadap segmen pasar. Investor yang membeli
Sukuk Negara perdana lebih didominasi oleh lembaga konvensional. Tercatat dari
total sukuk yang dijual pemerintah Rp. 4,7 triliun, 90 persen investornya
berasal dari lembaga keuangan konvensional. Di samping sebagai indikator
konsepsi Islam dapat diterima oleh semua kalangan karena faktor profitabilitas
dan diversifikasi yang dominan, hal ini menegaskan kurangnya partisipasi dan
kontribusi lembaga-lembaga keuangan syariah di sektor moneter. Hal ini
diantaranya disebabkan adanya prudentalis, kurangnya likuiditas dan
kreatifitas.
C.
KESIMPULAN
Sukuk merupakan salah satu instrumen
investasi yang memberikan peluang bagi investor muslim dan non-muslim untuk
berinvestasi di Indonesia. Sehingga, sukuk dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian
bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Fakta selama ini menunjukkan
bahwa pasar akan sangat respontif terhadap penerbitan sukuk. Hampir semua sukuk
yang diterbitkan, diserap habis oleh pasar, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan
kelebihan permintaan.
Akan tetapi peluang di atas bukan
berarti tanpa tantangan dan hambatan, salah satunya dalam konteks sosial, UU
SBSN sangat inklusif terhadap segmen pasar. Investor yang membeli Sukuk Negara perdana
lebih didominasi oleh lembaga konvensional. Hal ini di antaranya disebabkan
oleh kurangnya partisipasi dan kontribusi lembaga-lembaga keuangan syari’ah
disektor moneter. Salah satu inisiatif strategis yang perlu segera dijalankan
dalam upaya mengoptimalkan peluang pengembangan instrumen sukuk ini adalah
melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat luas
tentang keberadaan sukuk dengan melibatkan banyak pihak seperti praktisi,
pengamat, akademisi, dan ulama di bidang ekonomi Islam.
DAFTRA PUSTAKA
Bamabang, Sosialisasi
Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara, Disampaikan pada acara:
“Kuliah Umum Ekonomi Islam (KUKIS)”, UGM Yogyakarta, November 2012
Dewan Syariah
Nasional Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,
(Jakarta: Bank Indonesia 2003)
Dede Abdul Fata,
Perkembangan Obligasi Syari’ah(Sukuk) di Indonesia: Analisis Peluang dan
Tantangan, UIN Syarif Hidayatullah, Innovatio, Vol. X, No. 2, Juli-Desember
2011
Rifki Ismal dan
Khairunnisa Musari (2009b), Menggagas Sukuk sebagai Instrumen Fiskal dan
Moneter. Bisnis Indonesia. 1 April.
Zamir Iqbal and
Abbas Mirakhor (2008), Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik.
Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
[1]
Rifki Ismal dan Khairunnisa Musari (2009b), Menggagas Sukuk
sebagai Instrumen Fiskal dan Moneter. Bisnis Indonesia. 1 April.
[2]
Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional, (Jakarta: Bank Indonesia 2003), hal. 200.
[3] Ibit.
[4]
Zamir
Iqbal and Abbas Mirakhor (2008), Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik.
Edisi Pertama. Jakarta: Kencana, p. 224.
[6]
Bamabang,
Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara / Sukuk Negara, Disampaikan
pada acara: “Kuliah Umum Ekonomi Islam (KUKIS)”, UGM Yogyakarta, November 2012
[7]
Dede
Abdul Fata, Perkembangan Obligasi Syari’ah(Sukuk) di Indonesia: Analisis
Peluang dan Tantangan, UIN Syarif Hidayatullah, Innovatio, Vol. X, No. 2,
Juli-Desember 2011
+ komentar + 1 komentar
Sukuk itu kata orang2 paling aman ya?
tapi bagi hasilnya rendah juga yak
kalo investasi macem ini di rekomendasikan ga ?
(sorry link aktif bukan endorsan ato gimana, cuma nanya pendapat ajah)
peer to peer lending yang aman
Posting Komentar